Banyaknya bangunan yang dibangun oleh manusia seperti kedua contoh diatas tentunya membuat semakin banyak area tertutup oleh bangunan dan lainnya sehingga tidak bisa lagi menyerap air. Belum lagi dengan kegiatan manusia dalam menyedot air dari dalam tanah, yang menyebabkan semakin sedikitnya air dalam tanah.
Memang apa akibatnya ?
Contents
Akibatnya memang tidak secara cepat akan terasa seperti Anda makan sambel yang setelah makan segera kepedesan hehe. Namun akibatnya akan seperti sebuah kanker yang secara diam-diam menggerogoti dan naik stadiumnya, sehingga ketika sudah akut maka mulailah muncul beragam bencana alam.
Bencana kekeringan, banjir, longsor, dan tanah retak tiba tiba (seperti yang terjadi di India baru-baru ini) adalah hasil dari ketiadaan air di dalam tanah. Tentu anda tidak akan percaya kalau tidak merasakanya sendiri, tapi percayalah para ahli hidrologi di Indonesia sudah memperingatkan tentang hal ini.
Salah satu contoh nyatanya adalah suatu kawasan industri di daerah semarang yang dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan permukaan tanah. Tidak tanggung-tanggung penurunan tanahnya mencapai 8cm pertahun, yang artinya dalam sepuluh tahun saja bisa berukurang hingga sekitar 1 meter. Dan yang lebih ngeri lagi di sebelah kawasan industri tersebut itu laut lho..
Kenapa Harus Peduli?
Sebagian besar dari mungkin tidak peduli dan menganggap toh masi lama sebelum air benar-benar habis atau pulau yang kita diami sekarang ini menjadi turun permukaannya dan benar-benar tenggelam. Yah bisa sampai puluhan tahun.
Tapi cobalah kita pikirkan, bagaimana nasib generasi setelah kita kelak? Tegakah kita mewariskan tanah yang telah rusak? Tegakah kita mewariskan bencana? Tegakah kita membiarkan anak cucu kita mati kehausan, karena sebagian besar air sudah kita sedot dan kita tukar menjadi air limbah?
3 Aturan Pemerintah Untuk Revitalisasi Tanah Lewat Air Hujan
Ya sesuai dengan tajuk utama kita pada tulisan kali ini, kita akan membahas tentang suatu perundang-undangan lebih tepatnya pada PermenLH nomor 12 tahun 2009. Peraturan ini lebih dikuatkan lagi dengan adanya beberapa PerGub yang menguatkan, salah satunya adalah PerGub DKI Jakarta tentang sumur resapan yang memberikan arahan dengan lebih dalam lagi.
Oh iya, apa saja sih aturan pemerintah untuk konservasi air ini?
Dalam intinya ada tiga tipe/jenis bangunan yang wajib dimiliki oleh pemilik/pengguna gedung untuk membantu mengkonservasi air hujan yakni ;
a. Sumur Resapan
Adalah sebuah lubang sumur yang sengaja dibuat untuk meresapkan air kedalamnya. Kedalaman dari sumur resapan ini dibuat tidak boleh lebih dalam dari pada air muka tanah. Untuk jumlahnya, dihitung berdasarkan jumlah area yang tertutupi oleh bangunan.
Sumur resapan didesain untuk dapat menampung limpasan air hujan dari atap gedung untuk kemudian diresapkan kedalam tanah lewat rongga yang ada dibagian samping ataupun bawah.
Jika terjadi keadaan sumur yang terlalu penuh, maka dibuatlah kolam kontrol yang nantinya dialirkan menuju saluran drain.
b. Kolam Pengumpul Air Hujan
Kolam Pengumpul air hujan, adalah kolam yang dibuat untuk menampung air hujan dengan tujuan pemanfaatan kembali. Untuk bangunannya bisa dibuat diatas atau didalam permukaan tanah, hal tersebut tergantung dari ketinggian muka air tanah. Biasanya kolam ini dibuat pas dimana talang air hujan dari suatu bangunan menjatuhkan airnya.
Jumlah dari kolam resapan ini ditentukan dari 1% nilai luas seluruh lahan yang ditempati oleh suatu instansi atau perusahaan. Jadi katakanlah sebuah perusahaan mengambil area sekitar 10 ribu m2, maka setidaknya ada 100m2 yang harus diperuntukan untuk membuat kolam resapan.
c. Biopori
Biopori adalah sebuah lubang berukuran 4 Inchi yang ditanam sejauh sekitar 1 meter ke dalam tanah. Fungsi dari biopori itu sendiri adalah untuk menyerap air dan juga memproduksi kompos (jika ingin). Jika merunut pada undang-undang dan aturan dari BPLHD setempat maka jumlah biopori biasanya adalah 1 biopori per 7m2 lahan yang digunakan oleh perusahaan.
Ketiga bangunan kecil tadi dipersyaratkan harus ada pada setiap perusahaan, instansi atau lembaga. Dan keberadaannya sekarang ini terus menerus didengungungkan oleh dinas setempat. Namun, bukan orang indonesia namanya kalau harus patuh kalau tidak ada hukuman hehe.. Hukuman dari ketiadaan Pemanfaatan air hujan akan berdampak pada tidak keluarnya izin mendirikan bangunan baru dan juga ditambah dengan akan sulitnya pengurusan AMDAL dan UKL UPL. Nah.. Makanya dalam tulisan-tulisan selanjutnya saya akan coba mengulas satu persatu tentang topik pemanfaatan air hujan ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Oh iya, jika Anda tertarik dengan artikel di website ini, Anda dapat melakukan search dengan menekan tombol ini. Maka Akan keluar seluruh daftar artikel yang ada.